الَّذِينَ آمَنُوا۟ وَهَاجَرُوا۟ وَجَاهَدُوا۟ فِي سَبِيلِ اللّهِ بِأَمۡوَالِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ أَعۡظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللّهِ وَأُوۡلَئِكَ هُمُ الۡفَائِزُونَ (20
" Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.(QS. Attaubah:20) "
Hijrah dan jihad adalah dua bentuk penghambaan tertinggi dari seorang hamba kepada khalik-Nya. Hijrah adalah bukti kesungguhan dan keteguhan iman dari seorang mukmin sejati. Muslim yang mendapatkan kemuliaan serta kemenangan hakiki adalah seorang seorang muslim yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah. Hal ini ditegaskan oleh Allah, salah satunya dalam firman-Nya, seperti yang tertera diatas.
Jika kita telaah isi ayat di atas, Allah menyebutkan kalimah hijrah terlebih dahulu kemudian di susul dengan kalimah jihad. Di sini dapat kita simpulkan bahwa hijrah mendapatkan tempat dan keistimewaan tersendiri.
Kata hijrah berakar dari kata hajara yang berarti indah, mengubah, dan meninggalkan. Dari sini, maka hijrah dapat dimaknai suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, menuju keindahan, atau meninggalkan suatu hal yang tidak baik dan segera melakukan hal lain yang lebih mulia. Dengan demikian, jika hari ini kita jalani dan lebih baik dari hari kemarin, kita sudah dikatakan melakukan hijrah. Jika akhlak kita, ibadah kita dan iman kita lebih baik dari sebelumnya maka kita sudah berhijrah.
Maka, hijrah itu tidaklah terikat oleh ruang dan waktu. Hijrah itu sifatnya kontinyu, bahkan hijrah harus senantiasa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Hijrah itu universal, hijrah bisa dengan harta, hijrah bisa dengan sikap, dengan hati, hijrah pikiran, bahkan hijrah itu bisa dengan diri dan jiwa.
Dalam hadits riwayat muslim, hijrah dapat dikatagorikan ke dalam dua jenis, yakni:
1. Hijrah maknawiyyah
Hijrah maknawiyyah adalah hijrah diri dengan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Alloh. Hijrah dari syirik menuju keimanan hakiki, hijrah dari sifat malas menuju disiplin, hijrah dari yang halal menjadi haram, dan hijrah dari maksiat menuju wajib. Maka hijrah ini adalah hijrah mutlak, hijrah ini adalah wajib hukumnya bagi setiap diri yang mengaku muslim. Karena sesungguhnya merugilah orang yang hari ini sama kualitasnya dengan hari kemarin. Terlaknatlah orang yang justru hari ini lebih buruk dibanding hari kemarin. Satu-satunya pilihan bagi seorang muslim adalah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
2. Hijrah makaniyyah
Hijrah makkaniyyah adalah hijrah dalam arti yang lebih khusus, yakni berpindah secara fisik, atau berpindah dari suatu tempat ke tempat lain.
Hijrah makaniyyah adalah hijrah seperti yang telah dilakukan Rosululloh dari Makkah ke Madinah.
Dalam dakwahnya, Rosululloh melakukan tiga kali hijrah, yakni hijrah ke negeri Habsyah, ke Thaif, dan terakhir ke Madinah. Semuanya menorehkan peranan penting dalam tahapan dakwah Rosululloh.
Dari ketiga hijrah tersebut, Hijrah Nabi ke Madinah adalah hijrah yang paling bersejarah, dan telah menorehkan tinta emas dalam perjalanan sejarah penegakan Islam.
Hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah bukanlah hijrah karena rasa takut dan sama sekali bukanlah hijrah tanpa tujuan. Hijrah ini adalah satu bagian penting dari tahapan dakwah. Hijrah ini adalah suatu strategi, sesuatu yang terencana, sesuatu yang memiliki konsep dan tujuan.
Dengan hijrah ini, Nabi tak hanya ingin mendapat amniah (keamanan) bagi umatnya, lebih dari itu Nabi bermaksud melakukan konsolidasi, menggalang kekuatan, dan menyusun kemenangan.
Banyak sekali nilai yang dapat kita telaah dari hijrahnya Nabi dari Mekah ke madinah, karena dalam proses hijrah ini tergambar betapa tinggi, betapa luhur, betapa mulia karakter para pengemban dakwah yang senantiasa mendampingi Rosul. Banyak fragmen kisah dalam peristiwa hijrah ini yang patut kita fahami, kita telaah, dan kita jadikan uswah.
Pada hijrah ini kita dapat melihat betapa agung dan mulianya Umar bin Khattab saat dengan berani dia menantang para kafir quraisy yang hendak menghalang-halangi hijrahnya. Pada peristiwa ini pula kita dapat melihat betapa besar dan agung pengorbanan Suhaib bin Sinan Arrumi yang rela meninggalkan harta dan usahanya, rela meninggalkan nikmatnya hidup berkecukupan, dan rela menyumbangkan harta dan dirinya hanya demi kelangsungan dakwah Nabi. Hingga Allah pun mengabadikan pengorbanannya dengan menurunkan firman berupa ayat yang menjelaskan betapa mulia pengorbananya.
Pada peristiwa hijrah ini, kita juga akan terkagum, betapa Nabi telah menjalankan suatu strategi yang sangat jitu, suatu strategi yang dapat memperdaya kaum quraisy, suatu strategi yang penuh dengan nilai-nilai Illahi.
Pada peristiwa ini pula kita akan tersentuh, terhentak, dan terkagum atas pengorbanan Abu Bakkar Siddiq. Ketika menemani dan menyertai Rosul Berhijrah, betapa besar pengorbanan beliau. Yang ada dibenak beliau hanyalah keselamatan Sang Nabi. Tak terbersit sedikitpun dalam hatinya untuk memikirkan kepentingan pribadi dan keluarganya. Keselamatan Nabi adalah segala-galanya, meski harta, tenaga, bahkan nyawa sekalipun sebagai tebusannya. Maka tidaklah heran jika Allah pun mengabadikan pengorbanan Abu Bakkar dengan menurunkan satu ayat yang menggambarkan kemuliaan pengorbanannya.
Sejarah mencatat pula bagaimana orang-orang pilihan seperti Ali bin Abi Thalib, Asma binti Abu Bakar, Abdullah bin Abu bakar, Amr bin Fuharrah, dan Abdullah bin Uraikit telah berkorban dan bertaruh nyawa demi keselamatan Nabi.
Demikianlah gambaran betapa besar dan pentingnya peranan hijrah ini bagi perjuangan penegakan Islam. Maka wajarlah, jika dikemudian hari peristiwa hijrah ini dijadikan sebagai titik awal penanggalan kalender umat islam, kalender Hijriyyah, dengan tujuan agar semua umat islam senantiasa mengingat betapa besar peristiwa ini, dan yang paling utama supaya umat islam senantiasa mengambil ibroh dari padanya.
wallahu'alam
No comments:
Post a Comment